Selasa, 07 Desember 2010

Makalah HAN Asas-asas umum pemerintahan yang baik

MAKALAH HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK





NAMA :SYAMSUL ARIFIN
NIM : 09224088
KELAS : B



FAKULTAS HUKUM PRODI ILMU HUKUM
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN TAHUN 2010/2011



ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK
Gagasan tentang penyelenggaraan kekuasaan yang baik, dari aspek historis di bawah ini, terdapat dua pendekatan; personal dan sistem. Secara personal telah dimulai pada masa Plato. Menurutnya, penyelenggaraan kekuasaan yang ideal dilakukan secara paternalistik, yakni para penguasa yang bijaksana haruslah menempatkan diri selaku ayah yang baik lagi arif yang dalam tindakannya terhadap anak-anaknya terpadulah kasih dan ketegasan demi kebahagiaan anak-anak itu sendiri. Pada bagian lain, Plato mengusulkan agar negara menjadi baik, harus dipimpin oleh seorang filosof, karena filosof adalah manusia yang arif bijaksana, menghargai kesusilaan, dan berpengetahuan tinggi. Murid Plato, Aristoteles, berpendapat bahwa pemegang kekuasaan haruslah orang yang takluk pada hukum, dan harus senantiasa diwarnai oleh penghargaan dan penghormatan terhadap kebebasan, kedewasaan dan kesamaan derajat. Hanya saja tidak mudah mencari pemimpin dengan kualitas pribadi yang sempurna. Oleh karena itu, pendekatan sistem merupakan alternatif yang paling memungkinkan. Plato sendiri, di usia tuanya terpaksa merubah gagasannya yang semula mengidealkan pemerintah itu dijalankan oleh raja-filosof menjadi pemerintahan yang dikendalikan oleh hukum. Penyelenggaraan negara yang baik, menurut Plato, ialah yang didasarkan pada pengaturan hukum yang baik.

Berdasarkan pendapat Plato ini, maka penyelenggaraan pemerintahan yang didasarkan pada hukum merupakan salah satu alternatif yang baik dalam penyelenggaraan negara. HAN dapat dijadikan instrumen untuk terselenggaranya pemerintahan yang baik. Penyelenggaraan pemerintahan lebih nyata dalam HAN, karena di sini akan terlihat konkrit hubungan antara pemerintah dengan masyarakat, kualitas dari hubungan pemerintah dengan masyarakat inilah setidaknya dapat dijadikan ukuran apakah penyelenggaraan pemerintahan sudah baik atau belum. Di satu sisi HAN dapat dijadikan instrumen yuridis oleh pemerintah dalam rangka melakukan pengaturan, pelayanan, dan perlindungan bagi masyarakat, di sisi lain HAN memuat aturan normatif tentang bagaimana pemerintahan dijalankan, atau sebagaimana dikatakan Sjachran Basah, bahwa salah satu inti hakikat HAN adalah untuk memungkinkan administrasi negara untuk menjalankan fungsinya, dan melindungi administrasi negara dari melakukan perbuatan yang salah menurut hukum. Tulisan dalam makalah ini akan difokuskan pada fungsi HAN baik sebagai norma, instrumen, maupun jaminan perlindungan bagi rakyat.
Bagaimana pelaksanaan fungsi-fungsi HAN dalam mewujudkan pemerintahan yang baik ?
Upaya apa yang harus ditempuh untuk meningkatkan pemerintahan yang baik ?
Secara teoretis, Presiden atau Pemerintah memiliki dua kedudukan yaitu sebagai salah satu organ negara dan sebagai administrasi negara. Sebagai organ negara, pemerintah bertindak untuk dan atas nama negara. Sedangkan sebagai administrasi negara, pemerintah dapat bertindak baik dalam lapangan pengaturan (regelen) maupun dalam lapangan pelayanan (besturen). Penyelenggaraan pemerintahan yang dimaksudkan dalam makalah ini adalah penyelenggaraan tugas-tugas pemerintah sebagai administrasi negara. Bukan sebagai organ negara.
Menurut Philipus M. Hadjon, HAN memiliki tiga fungsi yaitu fungsi normatif, fungsi instrumental, dan fungsi jaminan. Fungsi normatif menyangkut penormaan kekuasaan memerintah dalam upaya mewujudkan pemerintahan yang bersih. Fungsi instrumental berarti menetapkan instrumen yang digunakan oleh pemerintah untuk menggunakan kekuasaan memerintah. Adapun fungsi jaminan adalah fungsi untuk memberikan jaminan perlindungan hukum bagi rakyat.
Eksistensi Pemerintah dalam konsepsi Welfare State Indonesia.
Negara Hukum Indonesia
Unsur-unsur yang berlaku umum bagi setiap negara hukum, yakni sebagai berikut :
1. Adanya suatu sistem pemerintahan negara yang didasarkan atas kedaulatan rakyat.
2. Bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus berdasar atas hukum atau peraturan perundang-undangan.
3. Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia (warga negara).
4. Adanya pembagian kekuasaan dalam negara.
5. Adanya pengawasan dari badan-badan peradilan (rechterlijke controle) yang bebas dan mandiri, dalam arti lembaga peradilan tersebut benar-benar tidak memihak dan tidak berada di bawah pengaruh eksekutif.
6. Adanya peran yang nyata dari anggota-anggota masyarakat atau warga negara untuk turut serta mengawasi perbuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah.
7. Adanya sistem perekonomian yang dapat menjamin pembagian yang merata sumberdaya yang diperlukan bagi kemakmuran warga negara.
Unsur-unsur negara hukum ini biasanya terdapat dalam konstitusi. Oleh karena itu, keberadaan konstitusi dalam suatu negara hukum merupakan kemestian. Menurut Sri Soemantri, tidak ada satu negara pun di dunia ini yang tidak mempunyai konstitusi atau undang-undang dasar. Negara dan konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain.
Eksistensi Indonesia sebagai negara hukum secara tegas disebutkan dalam Penjelasan UUD 1945; “Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat)”. Indikasi bahwa Indonesia menganut konsepsi welfare state terdapat pada kewajiban pemerintah untuk mewujudkan tujuan-tujuan negara, sebagaimana yang termuat dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, yaitu; “Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan melaksanakan ketertiban dunia”. Tujuan-tujuan ini diupayakan perwujudannya melalui pembangunan yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan dalam program jangka pendek, menengah, dan panjang.
dealitas negara berdasarkan hukum ini pada dataran implementasi memiliki karakteristik yang beragam, sesuai dengan muatan lokal, falsafah bangsa, ideologi negara, dan latar belakang historis masing-masing negara. Oleh karena itu, secara historis dan praktis, konsep negara hukum muncul dalam berbagai model seperti negara hukum menurut Qur’an dan Sunnah atau nomokrasi Islam, negara hukum menurut konsep Eropa Kontinental yang dinamakan rechtsstaat, negara hukum menurut konsep Anglo-Saxon (rule of law), konsep socialist legality, dan konsep negara hukum Pancasila.
Menurut Philipus M. Hadjon, karakteristik negara hukum Pancasila tampak pada unsur-unsur yang ada dalam negara Indonesia, yaitu sebagai berikut :
1. Keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan asas kerukunan;
2. Hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan-kekuasaan negara;
3. Prinsip penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan merupakan sarana ter-akhir;
4. Keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Tindakan Pemerintahan dalam Negara Hukum
1. Pengertian Tindakan Pemerintahan
Dalam melakukan aktifitasnya, pemerintah melakukan dua macam tindakan, tindakan biasa (feitelijkehandelingen) dan tindakan hukum (rechtshandeli-ngen). Dalam kajian hukum, yang terpenting untuk dikemukakan adalah tindakan dalam katagori kedua, rechtshandelingen. Tindakan hukum pemerintahan adalah tindakan yang dilakukan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dalam rangka melaksanakan urusan pemerintahan. Tindakan pemerintahan memiliki beberapa unsur yaitu sebagai berikut :
Perbuatan itu dilakukan oleh aparat Pemerintah dalam kedudukannya sebagai Penguasa maupun sebagai alat perlengkapan pemerintahan (bestuurs-organen) dengan prakarsa dan tanggung jawab sendiri Perbuatan tersebut dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan;
Perbuatan tersebut dimaksudkan sebagai sarana untuk menimbulkan akibat hukum di bidang hukum administrasi Perbuatan yang bersangkutan dilakukan dalam rangka pemeliharaan kepentingan negara dan rakyat.
Freies Ermessen ini menimbulkan implikasi dalam bidang legislasi bagi pemerintah, yaitu lahirnya hak inisiatif untuk membuat peraturan perundang-undangan yang sederajat dengan UU tanpa persetujuan DPR, hak delegasi untuk membuat peraturan yang derajatnya di bawah UU, dan droit function atau kewenangan menafsirkan sendiri aturan-aturan yang masih bersifat enunsiatif. Menurut Bagir Manan, kewenangan pemerintah untuk membentuk peraturan perundang-undangan karena beberapa alasan yaitu; Pertama, paham pembagian kekuasaan menekankan pada perbedaan fungsi daripada pemisahan organ, karena itu fungsi pembentukan peraturan tidak harus terpisah dari fungsi penyelenggaraan pemerintahan; Kedua, dalam negara kesejahteraan pemerintah membutuhkan instrumen hukum untuk menyelenggarakan kesejahteraan umum; Ketiga, untuk menunjang perubahan masyarakat yang cepat, mendorong administrasi negara berperan lebih besar dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.

Freies Ermessen merupakan konsekuensi logis dari konsepsi welfare state, akan tetapi dalam kerangka negara hukum, freies Ermessen ini tidak dapat digunakan tanpa batas.
2. Sumber-sumber Kewenangan Tindakan Pemerintahan
Kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah bersumbar pada tiga hal, atribusi, delegasi, dan mandat. Atribusi ialah pemberian kewenangan oleh pembuat undang-undang sendiri kepada suatu organ pemerintahan baik yang sudah ada maupun yang baru sama sekali. Menurut Indroharto, legislator yang kompeten untuk memberikan atribusi wewenang itu dibedakan antara :
Yang berkedudukan sebagai original legislator; di negara kita di tingkat pusat adalah MPR sebagai pembantuk konstitusi (konstituante) dan DPR bersama-sama Pemerintah sebagai yang melahirkan suatu undang-undang, dan di tingkat daerah adalah DPRD dan Pemerintah Daerah yang melahirkan Peraturan Daerah;
Yang bertindak sebagai delegated legislator : seperti Presiden yang berdasarkan pada suatu ketentuan undang-undang mengeluarkan Peraturan Pemerintah dimana diciptakan wewenang-wewenang pemerintahan kepada Badan atau Jabatan TUN tertentu.
4. Fungsi-Fungsi Hukum Administrasi Negara
Secara spesifik, fungsi HAN dikemukakan oleh Philipus M. Hadjon, yakni fungsi normatif, fungsi instrumental, dan fungsi jaminan. Ketiga fungsi ini saling berkaitan satu sama lain. Fungsi normatif yang menyangkut penormaan kekuasaan memerintah jelas berkaitan erat dengan fungsi instrumental yang menetapkan instrumen yang digunakan oleh pemerintah untuk menggunakan kekuasaan memerintah dan pada akhirnya norma pemerintahan dan instrumen pemerintahan yang digunakan harus menjamin perlindungan hukum bagi rakyat.
Fungsi Normatif Hukum Administrasi Negara
Penentuan norma HAN dilakukan melalui tahap-tahap. Untuk dapat menemukan normanya kita harus meneliti dan melacak melalui serangkaian peraturan perundang-undangan.28 Artinya, peraturan hukum yang harus diterapkan tidak begitu saja kita temukan dalam undang-undang, tetapi dalam kombinasi peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan TUN yang satu dengan yang lain saling berkaitan.29 Pada umumnya ketentuan undang-undang yang berkaitan dengan HAN hanya memuat norma-norma pokok atau umum, sementara periciannya diserahkan pada peraturan pelaksanaan. Penyerahan ini dikenal dengan istilah terugtred atau sikap mundur dari pembuat undang-undang. Hal ini terjadi karena tiga sebab, yaitu Karena keseluruhan hukum TUN itu demikian luasnya, sehingga tidak mungkin bagi pembuat UU untuk mengatur seluruhnya dalam UU formal Norma-norma hukum TUN itu harus selalu disesuaikan de-ngan tiap perubahan-perubahan keadaan yang terjadi sehubungan dengan kemajuan dan perkembangan teknologi yang tidak mungkin selalu diikuti oleh pembuat UU dengan mengaturnya dalam suatu UU formal;
Di samping itu tiap kali diperlukan pengaturan lebih lanjut hal itu selalu berkaitan dengan penilaian-penilaian dari segi teknis yang sangat mendetail, sehingga tidak sewajarnya harus diminta pembuat UU yang harus mengaturnya. Akan lebih cepat dilakukan dengan pengeluaran peraturan-peraturan atau keputusan-keputusan TUN yang lebih rendah tingkatannya, seperti Keppres, Peraturan Menteri, dan sebagainya.
5. Aktualisasi fungsi hukum administrasi negara dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Baik
Meskipun diketahui bahwa penyelenggaraan negara dilakukan oleh beberapa lembaga negara, akan tetapi aspek penting penyelenggaraan negara terletak pada aspek pemerintahan. Dalam sistem pemerintahan Indonesia, Presiden memiliki dua kedudukan, sebagai salah satu organ negara yang bertindak untuk dan atas nama negara, dan sebagai penyelenggara pemerintahan atau sebagai administrasi negara. Sebagai administrasi negara, pemerintah diberi wewenang baik berdasarkan atribusi, delegasi, ataupun mandat untuk melakukan pembangunan dalam rangka merealisir tujuan-tujuan negara yang telah ditetapkan oleh MPR. Dalam melaksanakan pembangunan, pemerintah berwenang untuk melakukan pengaturan dan memberikan pelayanan terhadap masyarakat. Agar tindakan pemerintah dalam menjalankan pembangunan dan melakukan pengaturan serta pelayanan ini berjalan dengan baik, maka harus didasarkan pada aturan hukum. Di antara hukum yang ada ialah Hukum Administrasi Negara, yang memiliki fungsi normatif, fungsi instrumental, dan fungsi jaminan. Seperti telah disebutkan di atas, fungsi normatif yang menyangkut penormaan kekuasaan memerintah berkaitan dengan fungsi instrumental yang menetapkan instrumen yang digunakan oleh pemerintah untuk menggunakan kekuasaan memerintah dan norma pemerintahan dan instrumen pemerintahan yang digunakan harus menjamin perlindungan hukum bagi rakyat.
Ketika pemerintah akan menjalankan pemerintahan, maka kepada pemerintah diberikan kekuasaan, yang dengan kekuasaan ini pemerintah melaksanakan pembangunan, pengaturan dan pelayanan. Agar kekuasaan ini digunakan sesuai dengan tujuan diberikannya, maka diperlukan norma-norma pengatur dan pengarah. Dalam Penyelenggaraan pembangunan, pengaturan, dan pelayanan, pemerintah menggunakan berbagai instrumen yuridis. Pembuatan dan pelaksanaan instrumen yuridis ini harus didasarkan pada legalitas dengan mengikuti dan mematuhi persyaratan formal dan metarial. Dengan didasarkan pada asas legalitas dan mengikuti persyaratan, maka perlindungan bagi administrasi negara dan warga masyarakat akan terjamin. Dengan demikian, pelaksanaan fungsi-fungsi HAN adalah dengan membuat penormaan kekuasaan, mendasarkan pada asas legalitas dan persyaratan, sehingga memberikan jaminan perlindungan baik bagi administrasi negara maupun warga masyarakat.
6. Upaya Meningkatkan Peme-rintahan yang Baik
Penyelenggaraan pemerintahan tidak selalu berjalan sebagaimana yang telah ditentukan oleh aturan yang ada. Bahkan sering terjadi penyelenggaraan pemerintahan ini menimbulkan kerugian bagi rakyat baik akibat penyalahgunaan wewenang (detournement de pouvoir) maupun tindakan sewenang-wenang (willekeur). Perbuatan pemerintah yang sewenang-wenang terjadi apabila terpenuhi unsur-unsur; pertama, penguasa yang berbuat secara yuridis memeliki kewenangan untuk berbuat (ada peraturan dasarnya); kedua, dalam mempertimbangkan yang terkait dalam keputusan yang dibuat oleh pemerintah, unsur kepentingan umum kurang diperhatikan; ketiga, perbuatan tersebut menimbulkan kerugian konkret bagi pihak tertentu.37 Dampak lain dari penyelenggaraan pemerintahan seperti ini adalah tidak terselenggaranya pembangunan dengan baik dan tidak terlaksananya pengaturan dan pelayanan terhadap masyarakat sebagaimana mestinya. Keadaan ini menunjukan penyelenggaraan pemerintahan belum berjalan dengan baik. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan adalah antara lain dengan mengefektifkan pengawasan baik melalui pengawasan lembaga peradilan, pengawasan dari masyarakat, maupun pengawasan melalui lembaga ombusdman. Di samping itu juga dengan menerapkan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
7. Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AUPB)
1. Asas kepastian hukum: Apa yang telah diatur dalam hukum, itu harus ditaati dan menjadi putusan pengadilan. Hukum tidak boleh mengatur hal yang telah terjadi sehingga tidak dikenal retroaktif pemberlakuan sebuah hukum. Asas kepastian lebih mudah pengukurannya karena soal apakah telah diatur dalam hukum atau belum. Jika belum maka orang tak dapat dihukum karena hukumnya tidak ada.
Asas kepastian hukum tentu masih relevan demi ketertiban berhukum di negara ini. Namun apabila dihadapkan dengan asas keadilan dan asas manfaat maka menurut hemat saya asas keadilan yang memberi manfaat sebesar-besarnya untuk kehidupan manusialah yang harus dikedepankan. Bukankah hakim tidak sekedar corong undang-undang? Dan hukum positif negara ini pun telah memberikan kewenangan kepada Hakim untuk melakukan penemuan hukum (kasuistis dan argumentatif).
Memimpikan hukum menjadi sesuatu yang luwes secara radikal akan menjadi boomerang bagi ketertiban berhukum kita. Demikian pula jika menerapkan hukum secara yuridis normatif yang bersifat formalistis an sich secara kaku akan menjauhkan hukum dari pembuat dan peruntukkannya yakni kesejahteraan manusia.
Pemikiran Hukum Progresif, yang digagas oleh Prof. Satjipto Raharjo mencoba menjebatani kebuntuan pemikiran hukum formalistik tersebut. Karena hukum bukan untuk hukum melainkan hukum untuk manusia.
Pertanyaannya, apabila demi asas kepastian lalu mengabaikan asas manfaat dan keadilan, apakah hukum tersebut masih pantas disebut hukum?
Contoh: Para masyarakat ulayat memiliki tanah ulayat berdasarkan hukum adat mereka. Oleh seorang Bupati, diterbitkan sebuah ijin apakah itu Kuasa Pertambangan atau HPH diatas tanah adat. Dalam pandangan Bupati...tanah adat adalah tanah yang tak bersertifikat, maka dianggap sebegai tanah negara. Dalam perjalanannya masyarakat adat berbenturan hukum dengan perusahaan pemegang KP atau HPH. Hakim harus memutuskan....apakah KP/HPH sah secara hukum atau telah melanggar hak milik adat masyarakat adat ? Jika unsur Kepastian hukum (hukum positif) yang dikedepankan maka dapat dipastikan perusahaan pemegang KP atau HPH akan menang. Pertanyaannya adilkah dan bermanfaatkah hukum disana?
mengenai tanah ulayat tentunya perlu dibuktikan dulu mengenai kebenaran klaim atas tanah ulayat tersebut. Hemat saya, jika benar itu adalah tanah ulayat maka hak-hak masyarakat adat setempat harus diperhatikan dan memang hukum positif pun melindungi hak ulayat tersebut.
2. Asas keseimbangan: kalau kita lihat dalam fenomena sehari yang sering terjadi dalam kasus hukum banyak sekali sangat ridak sesuai dengan asas keseimbangan ini, tentunya kita pasti tahu tentang kasus mbok minah yang mencuri tiga buah kakau dimana hakim memutuskan dalam pengadilan untuk di penjara selama tiga bulan kurang lebihnya, sedangkan kita tahu banyak sekali para koruptor yang mencuri uang negara yang bebas berkeliaran menghirup udara segar, ada pula yang memang dikenakan hukuman tetapi tidak setimpal dengan perbutannya , bahkan ada pendapat yang menyimpang dari asas ini misal; Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan Didiek Soekarno mengemukakan, pelaku tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian negara relatif kecil tidak harus dihukum. "Pelaku korupsi dari kalangan pegawai negeri yang menyebabkan kerugian negara relatif kecil tidak harus dihukum hingga masuk penjara," ujarnya di Banjarbaru, Jumat. Apakah itu yang di maksud dengan pemerintah yang baik? Tentunya jawaban saya tidak, karena seberapapun besarnya yang di korupsi oleh pejabat negara itu merupakan tindakan yang salah sehingga tetap harus diproses secara hukum, sehingga antara sanksi dan kesalahan harus seimbang. Itulah yang diharapkan di negeri ini.
3. Asas kesamaan dalm mengambil keputusan: Asas ini menghendaki agar pejabat administrai negara dalam mengambil keputusan harus memiliki tindakan yang sama (dalam arti tidak bertentangan) atas kasus yang serupa sehingga keputusannya pun sama pula.
4. Asas bertindak Cermat: Asas ini mengkehendaki agar pemerintah bertindak cermat, bahkan mengharuskannya berhati-hati , sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi warga massyarakat. Kerugian itu timbul bukan saja dari akibat tindakan pemerintah atau bisa juga timbul karena akibat tidak melakukan suatu perbuatan yang seharusnya dilakuakan.
Asas ini sangat penting sekali terhadap pemerintah dalam melakukan atau tidak melakukan sesuatu sehingga tidak menimbulkan kerugian terhadap negara atau terhadap kehidupan rakyatnya. Sekali saja pemerintah tidak cermat dalam mengambil keputusan maka akibatnya akan fatal sekali terhadap kelangsungan hidup negara.
5. Asas motivasi: Setiap keputusan yang dikeluarkan oleh Badan-badan pemerintahan harus mempunyai alasan, dan alasan itu harus jelas, benar, serta adil. Tujuan diperlukannya motivasi dalam setiap keputusan adalah untuk mengetahui alasan-alasan yang dijadikan bahan pertimbangan dikeluarkannya keputusan. Terutama bagi mereka yang terkena dan merasa tidak puas terhadap keputusan itu.
Asas ini menghendaki agar semua keputusan yang dibuat oleh pejabat administrasi negara harus mempunyai motivasi dan alasasn yang jelas, benar dan adil. Dengan demikian orang yang terkena keputusan tersebut menjadi tahu apa alasannya, sehingga apabila alasan-alasan itu tidak benar dan merugikan, dia dapat mengajukan keberatan yang tepat untuk mendapatkan keadilan.
6. Asas larangan mencampur adukkan kewenangan: asas ini menghendaki agar administrsi negara dalam mengambil keputusan harus selalu wewenang yang melekat padanya, penggunaan wewenang yang dimiliki di luar kewenangannya (penyalah gunaan kewenagan) dikenal dengan istilah detournement de pouvoir.
Suatu kewenangan yang diberikan haruslah dipergunakan sesuai dengan maksud dan tujuan semula diberikannya kewenangan itu. Penyalahgunaan wewenang dapat berakibat adanya pembatalan terhadap suatu Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.
7. Asas permainan yang layak/yang jujur: asas ini menghendaki agar pejabat administrasi negara harus memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang adil dan benar sehingga keadilan dan kebenaran yang diiginkan masyarakat dapat terwujud.
Tujuan asas ini adalah menyatakan bahwa badan-badan pemerintah hendaknya memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada warga negara untuk mencari kebenaran dan keadilan. Bermaksud juga untuk memberikan respone atas suatu keterangan atau penjelasan yang tidak benar atau kurang jelas yang diberikan oleh Badan Tata Usaha Negara. Sehingga semua keputusan yang di ambil oleh pemerintah mengandung keadilan bagi semua masyarakat.
8. Asas keadilan dan kewajaran: asas ini melarang pejabat administrasi negara berlaku sewenang-wenag atau berlaku tidak layak. Seandainya pejabat administrasi negara bertindak sewenang-wenang diluar batas kewajaran, maka keputusan yang dikeluarkan oleh pejabat tersebut dapat di batalkan.
Asas ini bertujuan untuk agar badan-badan pemerintah tidak bertindak sewenag-wenang atau tidak wajar. Jika ternyata aparat pemerintah bertndak sewenang-wenang atau tidak wajar, maka tindakan demikian dibatalkan.
9. Asas Menaggapi Pengharapan yang Wajar: Asas ini mengkehendaki agar setiap tindakan yang dilakukan oleh pemerintah harus menimbulkan harapn-harapan pada penduduk. Namun jika terdapat kekeliruan eh dalam tindakan itu , maka kerugian yang timbul sebagai akibat dari kekeliruan atau kelalaian itu harus ditanggung oleh alat pemerintahan secara konsekwen dan tidak boleh dibebankan kepada warga massyarakat.
10. Asas Meniadakan Akibat suatu Keputuasan yang Batal: Pada prinsipnya setip orang (pegawai) yang dipecat dari perkerajaannya karena diduga telah melakukan suatu kejahatan, tetapi setelah melalui proses pemeriksaan pengadilan, orang tersebut ternyata tidak terbukti melakukan kejahatan sebagaimana diduga semula, maka instasi tempat ia berkerja harus menerima kembali orang yang telah dipecat itu. Orang itu harus direhabililitasi kembali nama baiknya.
11. Asas Perlindungan atas Pandangan Hidup/Cara Hidup: Bermaksud agar Pemerintah melindungi hak atas kehidupan pribadi seorang pegawai negri. Untuk penerapan asas ini di Indonesia diperlukan persesuaian dengan pandangan hidup bangsa Indonesia.
12. Asas Kebijaksanaan : Asas ini mengkehendaki agar dalam melaksanakan tugasnya pemerintah diberi kebebasan unutk melakukan kebijaksanaan tanpa harus selalu menunggu instruksi. Berkaitan dengan perlunya tindakan positif pemerintah mengenai penyelengaraan kepentingan umum.
13. Asas Penyelenggaraan Kepentingan Umum: Asas ini mengkehendaki agar dalam menyelenggarakan tugasnya pemerintah selalu mengutamakan kepentingan umum. Karena Negara Indonesia adalah negara yang hukum yang dinamis (walfare state) yang menuntut segenap kegiatan-kegiatan yang dilakukan aparat menuju pada penyelenggaraan kepentiangan umum.

1 komentar: