Senin, 12 April 2010


CAKAP (BEKWAAN) DAN BERWENANG (BEVOEGD).
post by team Justicecorner
Menurut pasal 2 KUH. Perdata manusia menjadi pendukung hak dan kewajiban dalam hukum dari sejak lahir sampai meninggal. Ttetapi Undang-undang menentukan tidak semua orang sebagai pendukung hukum (recht) adalah cakap (bekwaan)untuk melaksanakan sendiri hak dan kewajibannya.
Cakap (Bekwaan) adalah Kriteria umum yang dihubungkan dengan keadaan diri seseorang, Berwenang (bevoegd) merupakan kriteria khusus yang dihubungkan dengan suatu perbuatan atau tindakan tertentu. Seorang yang cakap belum tentu berwenang, tapi seorang yang berwenang sudah pasti cakap.
Pasal 1330 KUH Perdata menentukan orang yang tidak cakap membuat persetujuan yaitu :
1. Orang-orang yang belum dewasa.
2. Orang-orang yang berada dibawah pengampuan.
3. Perempuan yang bersuami.
Anak yang belum dewasa dapat melakukan tindakan hukum dengan bantuan orang tua/walinya, orang yang berada dibawah pengampuan diwakii oleh pengampunya.(curator) sedangkan istri dengan bantuan suaminya.


KECAKAPAN BERBUAT HUKUM (handelings bekwaanheid) dan KEWENANGAN BERTINDAK MENURUT HUKUM (rechts bevoegdheid).
Undang-undang menentukam bahwa untukdapat bertindak dalam hukum,seseorang harus telah cakap dan berwenang. Seseorang dapat dikatakan telah cakap dan berwenang,harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang-undang yaitu telah dewasa,sehat pikirannya(tidak dibawah pengampuan)serta tidak bersuami bagi wanita.
Menurut Pasal 330 KUH.Perdata seorang telah dewasa apabila telah berumur 21 tahun, dan telah kawin sebelum mencapai umur tersebut.
Mengenai kedudukan seorang istri,sejak keluarnya Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 tahun 1963,tanggal 5 September 1963 yang mencabut beberapa pasal KUH.Perdata diantaranya pasal 108 dan 110 KUH.Perdata maka status sebagai istri tidak lagi mempunyai pengaruh terhadap kecakapanbertindak yang dilakukannya. Dengan kata lain sejak dicabutnya pasal 108 dan 110 KUH.Perdata oleh Surat Edaran Mahkamah Agung diatas, maka istri adalah cakapbertindak dalam hukum.
Disamping-ndang-undang juga telah menentukan bahwa walupun tidak memenihi syarat-syarat diatas,seorang dingagap cakap dan berwenang melakukan perbuatan hukum terterntu. Kecakapan berbuat(handelings bekwaamheid) dan kewenangan bertindak menurut hukumini(recht bevoegdheid) adalah dibenarkan dalam ketentuan undang-undang itu sediri, yaitu :
1. Seorang anak yang belum dewasa (belum mencapai umur 21 tahun) dapat melakukan seluruh perbuatan
hukum apabila telah berusia 20 tahun dan telah mendapat surat pernyataan Dewasa (venia aetatis) yang diberikan oleh Presiden, setelah mendengar nasihat Mahkamah Agung.(pasal 419 dan 420 KUH. Perdata).
2. Anak yang berumur 18 tahun dapat melakukan perbuatan hukum tertentu setelah mendapat Surat Pernyataan Dewasa dari Pengadilan.(pasal 426 KUH Perdata).
3. Seorang yang belum berumur 18 tahun dapat membuat surat wasiat. (pasal 897 KUH.Perdata).
4. Orang laki-laki yang telah mencapai umur 18 tahun dan perempuan yang telah berumur 15 tahun dapat melakukan perkawinan.(pasal 29 KUH.Perdata).
5. Pengakuan anak dapat dilakukan oleh orang yang telah berumur 19 tahun. (pasal 282 KUH.Perdata).
6. Anak yang telah berusia 15 tahun telah dapat menjadi saksi.(pasal 1912 KUH.Perdata).
7. Seorang yang ditaruh dibawah pengampuan karena boros dapat :
à Membuat surat wasiat (pasal 446 KUH.Perdata).
à Melakukan perkawinan (pasal 452 KUH.Perdata).
8. Istri cakap bertindak dalam hukum dalam hal :
à dituntut dalam perkara pidana, menuntut perceraian perkawinan, pemisahan meja dan ranjang serta

menuntut pemisahan harta kekayaan. (pasal 111 KUH.Perdata).
à membuat surat wasiat. (pasal 118 KUH.Perdata).

CAKAP TAPI TIDAK BERWENANG.
Seorang yang telah cakap menurut hukum mempunyai wewenang bertindak dalam hukum.tetapi disamping itu Undang-undang menentukan beberapa perbuatan yang tidak berwenang dilakukan oleh orang cakap tertentu.
1. Tidak boleh mengadakan jual beli antara suami istri (pasal1467 KUH.Perdata). disini suami adalah cakap,tapi tidak berwenang menjual apa saja kepada istrinya.
2. Larangan kepada Pejabat Umum (Hakim, Jaksa, Panitera, Advocat, Juru Sita, Notaris) untuk menjadi pemilik karena penyerahan hak-hak, tuntutan - tuntutan yang sedang dalam perkara. (pasal1468).
3. Apabila seorang hakim terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda dengan ketua,seorang hakim anggota,jaksa, penasihat hukum, panitera, dalam suatu perkara tertentu ia wajib mengundurkan diri dari pemeriksaan perkara itu, begitu pula ketua, hakim anggota, jaksa, panitera, terikat hubungan keluarga dengan yang diadili, ia wajib mengundurkan diri. (pasal 28 UU.no.14/1970).

1 komentar: